Klien Mentok Nego Tapi Ngerasa Beli Harga Diri
Kita semua pernah ketemu yang seperti ini:
“Mas, budget-nya kecil ya… Tapi saya yakin Mas bisa bantu.”
“Maunya hasilnya kayak brand besar, tapi saya cuma bisa bayar segini.”
“Tolong dimengerti, ini usaha kecil-kecilan.”
Kita pun luluh.
Masuk ke proyek yang… sebenernya udah tanda-tanda gak sehat sejak awal.
Tapi demi kredibilitas, nama baik, atau sekadar gak enak.
Tapi Begitu Deal, Nada Mulai Berubah
- Chat dibales telat dikira kurang serius
- Diminta revisi 7x tanpa rasa bersalah
- Diminta ngalah, disuruh sabar, karena “kan saya bayar kamu”
Dan di titik itu rasanya pengen nimpuk pake koin maratusan kuning.
Yang tebal, berat, dan… sesuai harga jasanya.
Menawar Boleh, Merendahkan Jangan
Kamu boleh kok nego.
Kami juga paham semua orang punya keterbatasan.
Tapi yang bikin sakit itu bukan nominalnya.
Tapi cara memperlakukan orang setelah kamu bayar.
“Harga boleh murah. Tapi jangan anggap kamu sedang membeli budak.”
Yang kamu bayar itu hasil kerja,
bukan hak untuk semena-mena.
Kalau Gak Mampu Hargai, Jangan Berlagak Bos
Kalau budget-mu kecil, bilang baik-baik.
Kalau mintanya banyak, siapkan harga sepantasnya.
Tapi kalau:
- Sudah tahu harga murah
- Sudah dibantu maksimal
- Masih sok kuasa
…maka itu bukan lagi klien, tapi koloni penjajah dengan invoice.
Akhir Kata
Kami gak anti proyek kecil.
Kami juga gak sok mahal.
Tapi tolong…
“Bayarlah sesuai kemampuan, perlakukanlah sesuai kemanusiaan.”
Dan ingat:
“Yang kamu sewa jasanya, bukan harga dirinya.”
Kalau kamu merasa sudah membeli hidup seseorang hanya karena transfer termin pertama…
mungkin kamu lebih cocok bayar pakai koin kuning — biar terdengar bunyinya.
Ditulis oleh Wasis Sarwo Estu