Digitalisasi Tapi Ngirit Pol: Mau Mewah, Tapi Gratisan
Ada tren menarik nih di banyak perusahaan sekarang.
Bilangnya:
“Kami ingin transformasi digital.”
“Kami butuh dashboard, cloud, integrasi, dan automasi.”
“Kami siap menuju industri 4.0.”
Tapi begitu dikasih proposal harga software atau infrastruktur cloud…
“Wah, bisa nggak ya pakai yang gratisan dulu aja?”
“Itu bisa gak pake Google Drive aja?”
“Bisa nggak sistemnya kayak ERP, tapi murah, gak perlu internet?”
Mau Digital, Tapi Cuma Sanggup Excel
Digitalisasi bukan soal pindahin kertas ke PDF.
Bukan juga soal beli domain terus pasang logo.
Tapi banyak yang mikir gitu.
Akhirnya ya hasilnya:
- Sistem e-office yang isinya form Google
- Aplikasi CRM pakai spreadsheet
- Backup data pakai flashdisk
Dan ketika error?
“Kenapa sistemnya gini ya?”
“IT-nya gak bisa diandalkan.”
Padahal yang dikasih dana cuma cukup buat beli kopi sachet.
Cloud Tapi Harus Offline
Lucunya lagi, banyak perusahaan pengen pakai cloud…
tapi harus tetap bisa dipakai tanpa internet, dan harus jalan di komputer pentium 4.
Mereka minta sistem yang:
- Realtime
- Auto sync
- Ada mobile app
- Tapi bisa jalan di komputer kantor yang pakai Windows 7 bajakan
Investasi Ilmu Gak Dihargai
Ketika developer bilang:
“Untuk fitur ini butuh 3 minggu dan tambahan biaya 5 juta.”
Mereka jawab:
“Wah, saya kira bisa minta keponakan aja bikinin.”
Digitalisasi itu bukan sekadar gaya.
Ia butuh investasi:
💰 Uang
⏳ Waktu
🧠 Ilmu
Tapi kalau semua dianggap bisa minta “tolong anak magang”, ya jangan heran kalau hasilnya mirip tugas sekolah.
Akhir Kata
Mau mewah? Ya keluarin modal.
Mau praktis? Ya hargai kerja orang teknis.
“Transformasi digital itu bukan sulap.
Dan yang tahu kode, bukan dukun.”
Kalau mau murah tapi mintanya kayak unicorn startup,
ya siap-siap kecewa — atau mending beli binder dan balik ke manual.
Ditulis oleh Wasis Sarwo Estu